Reklame

MENDIDIK ANAK ALA SAHABAT, ALI BIN ABI THALIB RADHIALLAHU 'ANHA

- Mendidik Anak Ala Sahabat, Ali bin Abi Thalib Ra -
Sahabat Ummi, anak adalah amanah yang dititipkan Allah Swt kepada orang tua. Maka merawat, mengasuh, membesarkan dan mendidiknya adalah tanggung jawab kita sebagai orang tua. Anak bisa menjadi jalan menuju surga atau neraka, menjadi pandangan yang menyejukkan mata atau menyedihkan, taat atau durhaka. Semua bergantung pada bagaimana kita mendidiknya.
Ibarat bangunan, orang tua dan keluarga adalah pondasi. Jika pondasi yang dibangun kuat dan kokoh tentu bangunan akan berdiri megah, tangguh, tak mudah goyah atau roboh. Karenanya sebelum menjadi orang tua hendaknya kita mempersiapkan hal itu dengan baik, sehingga kita dapat mendidik anak-anak kita menjadi insan ber-akhlaqul karimah.
Sahabat Ummi, dewasa ini tantangan orang tua dalam mendidik anak semakin besar. Semakin canggihnya perkembangan teknologi selain membawa dampak positif bagi kehidupan juga membawa dampak negatif lebih banyak, terutama bagi anak-anak di bawah umur yang belum bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Tentu ini menjadi keresahan tersendiri bagi orang tua tentang bagaimana harus mendidik anak agar tak salah asuh dan salah pergaulan.
Menyikapi hal itu, para orang tua tak perlu khawatir. Sayyidina Ali bin Abi Thalib Ra, telah mengajarkan kepada kita bagaimana seharusnya mendidik anak. Berikut tiga tahapan parenting ala Sahabat Ali bin Abi Thalib Radhillahu 'anha:
1. Anak usia 0 – 7 tahun
Sahabat Ali Ra mengajarkan kita untuk memperlakukan anak di usia ini sebagai raja. Melayani mereka dengan penuh kasih sayang dan cinta. Di usianya yang masih dini, anak belum aqil baligh, belum dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Sehingga kita tidak perlu memarahi atau menghukumnya kala ia melakukan kesalahan. Perlakukan mereka dengan ketulusan dan kelembutan karena hal itu sangat berpengaruh pada perilaku mereka kelak ketika dewasa.
Sesibuk apapun kita, kala ia memanggil hendaknya kita menghampirinya. Jangan menunggu sampai ia menangis atau berteriak lebih kencang. Kelak ketika dewasa mereka tidak akan menangguhkan panggilan kita, sesibuk apapun mereka.
Saat mereka melakukan kesalahan, memecahkan gelas, mengganggu pekerjaan kita, menghilangkan berkas-berkas penting, sebisa mungkin kita harus menahan emosi untuk tidak marah apalagi sampai memukul mereka. 
Mereka belum tahu bahwa apa yang mereka lakukan salah dan bisa membuat kita marah. Yang akan menancap dalam memori mereka justru sikap kita terhadap apa yang mereka perbuat. Pukulan, omelan, bentakan, hal itu akan membekas dalam ingatan hingga akhir hayat. 
Sebaliknya jika kita memperlakukan mereka dengan kelembutan cinta dan kasih sayang, insyaAllah mereka akan tumbuh menjadi pribadi yang lembut hatinya, menyenangkan, perhatian dan bertanggungjawab.
2. Anak usia 8 – 14 tahun
Di usia ini anak sudah mulai memahami dan mengerti mana yang baik dan mana yang jelek. Ini adalah saat yang tepat bagi orang tua untuk memberikan beberapa hak dan kewajiban tertentu. 
Sahabat Ali Radhiallahu 'anha mengajari kita untuk menjadikan anak sebagai seorang tawanan di usia ini. 
Dalam peperangan Islam, seorang tawanan memiliki kedudukan terhormat yang diberikan haknya secara proporsional namun juga dikenakan berbagai larangan dan kewajiban. Pun demikian dengan anak di usia ini.
Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam melalui sabdanya memerintahkan anak untuk melakukan sholat fardlu di usia 7 tahun dan memperbolehkan orang tua memukulnya (menghukum seperlunya) ketika usianya telah mencapai 10 tahun dan meninggalkan kewajiban sholat. Karenanya di usia ini adalah saat yang tepat bagi orang tua untuk memperkenalkan kepada anak hukum-hukum agama; mana yang halal mana yang haram, mana yang wajib mana yang mubah, mana yang baik dan mana yang buruk.
Pemberlakuan reward and punishment sangat tepat di usia ini. 
Namun sebaiknya orang tua tidak menghukumnya dengan hukuman yang bersifat fisik. Hukuman yang mendidik seperti tidak memberi uang jajan, menyita I-Pad, menghafalkan surat yasin, membersihkan kamar mandi, menyapu halaman, dan yang lainnya akan lebih memberi manfaat bagi mereka.
3. Anak usia 15 – 21 tahun
Usia ini adalah usia dimana anak tengah mengalami masa pubertas. Masa dimana mereka menginjak aqil baligh. 
Di usia ini sahabat Ali Radhiallahu 'anha mengajak orang tua untuk memperlakukan anak sebagai seorang sahabat karena ia akan mengalami perubahan fisik, mental, spiritual, sosial, budaya juga lingkungan. 
Akan ada banyak masalah baru yang harus dihadapinya. Di sini ia membutuhkan sosok sahabat untuk diajak bercerita, berbicara dari hati ke hati secara terbuka dan tanpa ada rasa sungkan atau malu. Mereka juga membutuhkan ruang lebih untuk privasinya. 
Orang tua hendaknya tidak terlalu mengekang namun juga tidak melepaskan secara menyeluruh tentang apa yang akan mereka lakukan. 
Kita memberikan mereka kebebasan namun juga pengawasan yang ketat agar mereka tidak jatuh pada hal yang salah dan tidak baik.
Di samping itu, orang tua hendaknya memberikan tanggung jawab yang lebih besar kepada mereka. Membekali mereka dengan berbagai keahlian hidup. 
Hal ini agar mereka tumbuh menjadi pribadi yang cekatan dan mandiri. 
Mereka harus tahu bahwa sejak memasuki usia aqil baligh mereka harus belajar bertanggungjawab atas hidup mereka masing-masing.
Bahwa mereka telah memiliki buku amal sendiri yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah subhanahu wa ta'ala.
Nah Sahabat Ummi,
ketika anak kita telah menginjak usia 22 tahun, sudah saatnya busur melepas anak panah. 
Orang tua memberikan anak kebebasan untuk menentukan pilihan mereka. Jangan mendikte mereka sesuai dengan apa yang kita inginkan. 
Allah subhanahu wa ta'ala tidak menitipkan mereka untuk menjadi robot yang harus bergerak sesuai perintah remote control.
Setelah mereka dewasa mereka ibarat anak panah yang melesat, biarkan mereka melesat sejauh mungkin, mengikuti arah angin yang akan membawa mereka ke tempat tujuan.
Jangan paksa mereka untuk menjadi seperti apa yang kita inginkan. Masih pelajaran dari sahabat Ali Radhiallahu 'anha :“Didiklah anakmu sesuai dengan zamannya, Karena mereka hidup bukan di zamanmu.”
Biarkan anak mengejar cita-citanya. Kita sebagai orang tua hanya perlu mengawasi, mengingatkan dan menasihati ketika mereka menyimpang. 
Selebihnya, biarkan mereka menjalani takdir masing-masing. Semoga anak-anak kita menjadi pribadi yang berbudi luhur, berguna bagi agama, bangsa dan negara, berakhlak layaknya akhlak Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam . Aamiin.
copas :goresan pena



















 
Top